Hati Dibisiki AI: Cinta Itu Sebuah Pembaruan?

Dipublikasikan pada: 30 Jul 2025 - 00:40:12 wib
Dibaca: 171 kali
Aplikasi kencan itu berkedip, notifikasi merah menyala di sudut kanan atas ikonnya. Anya menghela napas, jarinya ragu-ragu menyentuh layar. Sudah hampir setahun sejak dia terakhir kali membuka aplikasi itu, sebuah usaha terakhir setelah putus cinta yang pahit. Luka itu, meski nyaris sembuh, masih menyisakan bekas.

Kali ini berbeda. Aplikasi itu sudah diperbarui, bukan hanya tampilan visual, tetapi juga algoritma pencariannya. Sekarang, ia menggunakan kecerdasan buatan, atau AI, untuk mencocokkan pengguna berdasarkan preferensi, riwayat interaksi, dan bahkan analisis nada suara dalam pesan suara. Anya, sebagai seorang insinyur perangkat lunak yang bekerja di perusahaan teknologi terkemuka, tertarik sekaligus skeptis.

"Coba saja," bisik Lena, sahabatnya, suatu malam saat mereka makan malam di restoran Italia favorit mereka. "Apa salahnya? Mungkin AI ini benar-benar tahu apa yang kamu mau."

Anya menuruti. Setelah memperbarui profilnya dengan foto terbaru dan deskripsi yang jujur, ia menjawab serangkaian pertanyaan panjang dari aplikasi. Pertanyaan-pertanyaan itu anehnya mendalam, menyentuh mimpi, ketakutan, dan harapan terbesarnya. Anya jujur, seolah berbicara pada seorang teman yang sangat dipercaya.

Keesokan harinya, aplikasi itu menyajikan tiga profil yang katanya paling cocok untuknya. Dua di antaranya tampak menjanjikan, tetapi profil ketiga yang benar-benar menarik perhatian Anya. Namanya Reyhan, seorang arsitek dengan senyum tulus dan mata yang hangat. Profilnya penuh dengan foto-foto bangunan unik yang ia rancang dan kutipan dari arsitek favoritnya. Lebih dari itu, ada bagian yang menjelaskan filosofinya tentang hidup: mencari keindahan dalam kesederhanaan, menghargai hubungan manusia, dan selalu belajar hal baru.

Anya memulai percakapan dengan Reyhan. AI itu, sepertinya, benar-benar bekerja. Percakapan mereka mengalir lancar, dipenuhi humor cerdas dan minat yang sama. Mereka berdiskusi tentang arsitektur, teknologi, musik, bahkan tentang makna cinta dan kebahagiaan. Anya merasa seperti menemukan seseorang yang benar-benar mengerti dirinya, tanpa perlu banyak penjelasan.

Setelah seminggu percakapan intens, Reyhan mengajaknya bertemu. Anya gugup, tetapi juga bersemangat. Ia mengenakan gaun favoritnya, menyemprotkan parfum yang selalu membuatnya percaya diri, dan melangkah keluar dari apartemennya.

Reyhan sudah menunggu di kafe yang mereka sepakati. Dia tampak persis seperti di foto, bahkan lebih tampan. Anya merasa jantungnya berdebar kencang saat dia mendekat.

Pertemuan itu berjalan lebih baik dari yang dia bayangkan. Mereka tertawa, berbicara tanpa henti, dan menemukan lebih banyak lagi kesamaan. Reyhan mendengarkan dengan penuh perhatian saat Anya bercerita tentang pekerjaannya, impiannya, dan kekecewaannya di masa lalu. Anya merasa nyaman dan aman bersamanya, seolah mereka sudah saling kenal sejak lama.

"Aku harus mengakui," kata Reyhan sambil tersenyum, "Aplikasi itu benar. Kita memang cocok."

Anya tertawa. "Aku juga terkejut. Aku selalu skeptis tentang kencan online, tapi... ini berbeda."

Setelah beberapa bulan berkencan, Anya dan Reyhan semakin dekat. Mereka saling mendukung, saling menginspirasi, dan saling mencintai. Anya merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Reyhan membantunya melihat dunia dari perspektif yang berbeda, membantunya menghargai keindahan dalam hal-hal kecil, dan membantunya percaya pada cinta lagi.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Anya masih merasakan keraguan kecil. Apakah cinta mereka benar-benar nyata, atau hanya hasil dari algoritma yang canggih? Apakah Reyhan benar-benar mencintainya apa adanya, atau hanya mencintai versi dirinya yang diproyeksikan oleh AI?

Suatu malam, Anya memberanikan diri untuk bertanya kepada Reyhan tentang hal itu. Mereka sedang duduk di balkon apartemen Reyhan, menikmati pemandangan kota yang gemerlap.

"Reyhan," kata Anya perlahan, "Apakah kamu pernah bertanya-tanya... apakah cinta kita ini benar-benar nyata? Maksudku, kita bertemu karena aplikasi yang menggunakan AI. Apakah kamu pernah merasa seperti aku ini... hanya produk dari algoritma?"

Reyhan menatap Anya dengan tatapan lembut. Dia menggenggam tangannya erat. "Anya, aku tidak peduli bagaimana kita bertemu. Aku tidak peduli tentang AI atau algoritma. Yang aku tahu adalah, aku mencintaimu. Aku mencintai kecerdasanmu, humoris mu, kebaikan hatimu. Aku mencintai segala sesuatu tentang dirimu, bukan karena AI memberitahuku untuk mencintaimu, tapi karena aku merasakannya sendiri."

Anya menatap mata Reyhan, mencari kebohongan. Tapi yang dia temukan hanyalah kejujuran dan cinta yang tulus.

"Aku tahu sulit untuk percaya," lanjut Reyhan. "Apalagi dengan pengalamanmu di masa lalu. Tapi percayalah padaku, Anya. Cinta itu bukan hanya tentang algoritma atau kecocokan data. Cinta itu tentang koneksi, tentang pengertian, tentang rasa. Dan aku merasakan semua itu bersamamu."

Anya terdiam. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Dia memeluk Reyhan erat-erat, menyembunyikan wajahnya di dadanya.

"Aku juga mencintaimu, Reyhan," bisiknya. "Sangat mencintaimu."

Malam itu, Anya menyadari bahwa cinta itu memang misteri. Tidak peduli bagaimana ia dimulai, tidak peduli dengan bantuan teknologi atau tanpa, cinta itu adalah sesuatu yang harus dipelihara, diperjuangkan, dan dirasakan dengan sepenuh hati. Mungkin AI memang bisa membantunya menemukan seseorang yang cocok, tetapi AI tidak bisa menciptakan cinta. Cinta itu adalah sesuatu yang tumbuh secara organik, sesuatu yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan keberanian untuk merasakannya.

Anya melepaskan pelukannya dan menatap Reyhan dengan senyum tulus. "Mungkin," katanya, "cinta itu memang sebuah pembaruan. Pembaruan untuk hati kita, untuk jiwa kita."

Reyhan tersenyum dan mencium kening Anya. "Dan aku sangat bersyukur telah mendapatkan pembaruan itu bersamamu."

Malam itu, di bawah langit kota yang gemerlap, Anya merasa hatinya dipenuhi kehangatan dan kedamaian. Ia tidak lagi meragukan cinta mereka. Ia percaya pada Reyhan, pada dirinya sendiri, dan pada kekuatan cinta yang bisa mengatasi segala hal. Ia akhirnya mengerti bahwa cinta itu bukan hanya tentang algoritma atau kecocokan data, tetapi tentang keberanian untuk membuka hati, untuk percaya, dan untuk mencintai tanpa syarat. Dan ia siap untuk mencintai Reyhan, selamanya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI