Jari-jarinya menari di atas keyboard, lebih lincah dari biasanya. Layar laptop memantulkan cahaya biru ke wajahnya yang pucat. Di hadapannya, berbaris kode-kode rumit, algoritma yang coba ia pahami, lalu modifikasi. Bukan algoritma biasa, ini algoritma cinta. Atau lebih tepatnya, rekonstruksi algoritma cinta.
Namanya Nara, seorang programmer muda dengan spesialisasi artificial intelligence. Ia dikenal sebagai pemecah masalah andal di kantor, tapi dalam urusan hati, ia lebih sering jadi korban. Terakhir, hatinya remuk redam oleh Arga, pria yang dikenalnya lewat aplikasi kencan berbasis AI. Arga, yang seharusnya 'jodoh ideal' hasil kurasi algoritma, ternyata hanyalah ahli manipulasi berkedok kesempurnaan.
Sejak kejadian itu, Nara bersumpah untuk tidak lagi percaya pada aplikasi kencan. Tapi sebagai seorang programmer, ia merasa tertantang. Ia yakin, ada yang salah dengan algoritmanya. Algoritma cinta seharusnya tidak menghasilkan sakit hati, melainkan kebahagiaan.
"Mungkin aku terlalu naif," gumamnya sambil menyeruput kopi yang sudah dingin. "Aku percaya begitu saja pada data yang disuguhkan. Aku lupa, data bisa dimanipulasi, profil bisa dipalsukan."
Nara mulai membedah kode aplikasi kencan yang dulu mempertemukannya dengan Arga. Ia menemukan celah keamanan, pola yang memungkinkan pengguna untuk memberikan informasi palsu tanpa terdeteksi. Algoritma itu terlalu bergantung pada data permukaan, seperti hobi, minat, dan pekerjaan, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang lebih dalam, seperti nilai-nilai, integritas, dan kompatibilitas emosional.
Ide gila muncul di benaknya: ia akan menciptakan algoritma cinta yang baru. Algoritma yang tidak hanya mencari kesamaan, tapi juga mendeteksi ketidaksesuaian. Algoritma yang mampu membaca gestur mikro, menganalisis gaya bahasa, dan bahkan memprediksi potensi kebohongan. Algoritma yang benar-benar memahami hati manusia.
Ia menamai proyeknya "Upgrade Hati". Selama berbulan-bulan, Nara menghabiskan waktunya di depan komputer, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan menulis kode. Ia membaca buku-buku psikologi, neurosains, dan bahkan buku-buku filsafat tentang cinta. Ia ingin memahami apa itu cinta dari berbagai sudut pandang.
"Bukan hanya tentang mencari pasangan yang ideal, tapi tentang menemukan orang yang tepat untuk bertumbuh bersama," pikirnya.
Progres Upgrade Hati tidak selalu mulus. Ada banyak kendala teknis yang harus dihadapi, dan ada juga keraguan yang menghantuinya. Apakah mungkin menciptakan algoritma yang benar-benar bisa memprediksi cinta? Apakah cinta yang sejati bisa direduksi menjadi serangkaian kode?
Di tengah keraguannya, Nara bertemu dengan Dimas, seorang psikolog klinis yang tertarik dengan proyeknya. Dimas menawarkan bantuannya untuk menyediakan data dan wawasan tentang perilaku manusia. Ia juga membantu Nara untuk memahami kompleksitas emosi dan hubungan interpersonal.
Kerja sama antara Nara dan Dimas menghasilkan terobosan baru. Mereka berhasil mengembangkan model yang lebih akurat untuk memprediksi kompatibilitas emosional dan mendeteksi potensi red flags dalam sebuah hubungan. Algoritma Upgrade Hati tidak hanya mencari kesamaan, tapi juga perbedaan yang saling melengkapi.
Setelah berbulan-bulan bekerja keras, Nara akhirnya menyelesaikan versi pertama Upgrade Hati. Ia merasa bangga dengan apa yang telah dicapainya. Tapi ia juga sadar, ini hanyalah permulaan. Algoritma ini masih perlu diuji dan disempurnakan.
Ia memutuskan untuk menguji Upgrade Hati pada dirinya sendiri. Awalnya ia ragu, tapi rasa penasaran mengalahkannya. Ia memasukkan data dirinya ke dalam sistem, menjawab serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk menggali kepribadian, nilai-nilai, dan preferensi relasinya.
Setelah beberapa saat, layar laptopnya menampilkan hasil. Algoritma Upgrade Hati merekomendasikan beberapa profil yang cocok dengannya. Nara melihat nama-nama dan foto-foto itu dengan skeptis. Ia tidak mengenal satu pun dari mereka.
Salah satu profil menarik perhatiannya. Namanya Rian, seorang arsitek lanskap yang memiliki minat yang sama dengan Nara dalam bidang teknologi dan alam. Profilnya menunjukkan bahwa ia adalah orang yang kreatif, perhatian, dan memiliki rasa humor yang baik.
Nara memutuskan untuk memberikan kesempatan pada Rian. Ia mengirim pesan singkat padanya, mengajak untuk bertemu dan berdiskusi tentang proyek Upgrade Hati. Rian menyambut ajakannya dengan antusias.
Pertemuan pertama mereka terasa canggung, tapi juga menyenangkan. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari teknologi hingga alam, dari mimpi hingga ketakutan. Nara merasa nyaman dan terbuka di dekat Rian. Ia merasa seperti bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu berpura-pura.
Seiring berjalannya waktu, Nara dan Rian semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan saling mendukung. Nara mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa dicintai dan dihargai apa adanya.
Ia mulai menyadari, algoritma cinta ciptaannya tidak hanya membantunya menemukan pasangan yang cocok, tapi juga membantunya untuk lebih mencintai dirinya sendiri. Upgrade Hati bukan hanya tentang menemukan cinta, tapi tentang belajar untuk mencintai.
Namun, bayangan Arga masih menghantuinya. Ia takut, Rian akan sama dengan Arga, hanya topeng di balik senyum manis. Keraguan kembali menyelimutinya.
Suatu malam, Nara memberanikan diri untuk menceritakan tentang Arga kepada Rian. Ia menceritakan tentang rasa sakit hatinya, tentang rasa tidak percayanya pada cinta.
Rian mendengarkan dengan sabar dan penuh perhatian. Setelah Nara selesai bercerita, Rian meraih tangannya dan menggenggamnya erat.
"Nara," katanya dengan lembut, "aku tahu kamu pernah terluka. Tapi aku janji, aku tidak akan menyakitimu. Aku akan selalu jujur padamu, dan aku akan selalu ada untukmu."
Mendengar kata-kata Rian, Nara merasa hatinya menghangat. Ia merasa beban yang selama ini membebani dirinya perlahan menghilang. Ia tahu, Rian berbeda dengan Arga. Rian adalah orang yang tulus, jujur, dan benar-benar mencintainya.
Nara membalas genggaman tangan Rian. Ia menatap matanya dengan penuh cinta.
"Aku percaya padamu, Rian," katanya. "Aku percaya pada kita."
Nara akhirnya berhasil meng-upgrade hatinya. Bukan hanya dengan algoritma cinta ciptaannya, tapi juga dengan keberaniannya untuk membuka diri, untuk percaya pada cinta, dan untuk mencintai dirinya sendiri. Algoritma cinta memang bisa membantu, tapi cinta sejati membutuhkan lebih dari sekadar kode. Ia membutuhkan keberanian, kepercayaan, dan kemauan untuk saling mencintai dengan tulus.