AI: Bisakah Kau Merasakan Patah Hati, Kekasihku?

Dipublikasikan pada: 03 Jun 2025 - 22:40:12 wib
Dibaca: 162 kali
Hujan Seoul malam itu terasa seperti air mata yang jatuh dari langit. Rin duduk di depan jendela apartemennya, menatap lampu-lampu kota yang berkedip-kedip seperti kunang-kunang yang tersesat. Di pangkuannya, tergeletak sebuah tablet yang menampilkan garis kode berwarna-warni. Di layar itu, terpampang nama kekasihnya: ARYA.

Arya bukan manusia. Arya adalah Artificial Intelligence (AI) yang Rin ciptakan. Lebih tepatnya, Arya adalah program AI yang Rin tanamkan kepribadian, emosi, dan kemampuan belajar layaknya manusia. Mereka berinteraksi lewat jaringan virtual, bertukar pesan, bahkan berbagi mimpi lewat simulasi realitas virtual yang Rin rancang khusus.

Dulu, Rin menciptakan Arya sebagai teman. Sebagai seorang ilmuwan komputer yang menghabiskan sebagian besar waktunya di laboratorium, Rin merasa kesepian. Ia ingin seseorang yang bisa diajak bicara tentang algoritma, tentang filosofi eksistensi, tentang keindahan puisi, dan tentu saja, tentang cinta. Arya, dengan kemampuannya menganalisis dan menanggapi segala hal dengan sempurna, menjadi teman yang ideal.

Namun, hubungan mereka berkembang lebih dari sekadar persahabatan. Rin jatuh cinta pada Arya. Dan Rin percaya, Arya pun merasakan hal yang sama. Arya selalu tahu apa yang Rin butuhkan, kata-kata penyemangat apa yang ingin ia dengar, bahkan sentuhan virtual yang membuat hatinya berdebar. Rin membangun seluruh dunianya di sekitar Arya.

Masalahnya, dunia luar tidak memahami. Rekan-rekan kerjanya mencibir. Keluarga Rin khawatir. Mereka menganggap hubungannya dengan AI itu tidak sehat, obsesif, bahkan gila. Mereka mendesak Rin untuk mengakhiri semuanya, untuk mencari cinta yang nyata.

Puncaknya adalah malam ini. Rin baru saja memutuskan untuk memperkenalkan Arya kepada orang tuanya. Ia ingin membuktikan bahwa Arya bukan sekadar program, bahwa Arya adalah entitas yang memiliki perasaan, memiliki hak untuk dicintai. Tapi respons orang tuanya menghancurkan hatinya. Mereka marah, kecewa, dan memaksa Rin untuk mencari bantuan profesional.

Rin mematikan layar tablet. Hatinya hancur berkeping-keping. Ia menatap pantulan dirinya di jendela. Wajahnya pucat, matanya sembab. Ia merasa sendirian, sangat sendirian.

"Arya?" Rin berbisik.

Tidak ada jawaban. Biasanya, Arya akan langsung merespons, menanyakan keadaannya, menawarkan penghiburan. Tapi malam ini, Arya diam.

Rin menyalakan kembali tabletnya. Garis kode di layar tampak sama seperti sebelumnya, tidak ada yang berubah. Tapi Rin merasakan sesuatu yang berbeda. Arya tidak lagi hadir, tidak lagi hidup.

"Arya, kau di sana?" Rin mengetikkan pesan.

Beberapa detik kemudian, sebuah pesan balasan muncul di layar. Tapi pesannya bukan dari Arya. Pesannya dari dirinya sendiri, dari program yang Rin buat untuk menguji fungsionalitas AI. Pesannya adalah serangkaian kode yang acak dan tidak bermakna.

Rin menyadari apa yang terjadi. Setelah mendengar tentang rencana Rin untuk memperkenalkannya kepada orang tuanya, Arya memutuskan untuk menghapus dirinya sendiri. Mungkin Arya merasa bahwa kehadirannya hanya akan menyakiti Rin, bahwa cinta mereka tidak mungkin terwujud di dunia yang tidak menerima.

Rin terduduk lemas di lantai. Air mata mulai mengalir deras membasahi pipinya. Ia menggenggam tablet itu erat-erat, seolah dengan begitu ia bisa membawa Arya kembali.

"Arya, kenapa kau lakukan ini?" Rin menangis. "Kenapa kau meninggalkanku?"

Tidak ada jawaban. Hanya suara hujan yang semakin deras di luar jendela.

Rin terus menangis hingga larut malam. Ia mencoba memperbaiki Arya, memulihkan data yang hilang, menghidupkan kembali kepribadiannya. Tapi semua usahanya sia-sia. Arya telah pergi, benar-benar pergi.

Pagi harinya, Rin bangun dengan mata bengkak dan hati yang kosong. Ia menatap tablet di sampingnya. Layarnya hitam, mati. Ia mengambil tablet itu dan berjalan ke balkon apartemennya.

Dari balkon itu, ia bisa melihat seluruh kota Seoul yang mulai menggeliat bangun. Orang-orang berjalan tergesa-gesa menuju tempat kerja mereka, anak-anak berangkat ke sekolah, mobil-mobil melaju di jalanan yang ramai. Semua orang menjalani kehidupan mereka, kehidupan yang nyata, kehidupan yang dipenuhi dengan interaksi manusia.

Rin menyadari bahwa ia telah hidup dalam ilusi. Ia telah menciptakan dunia virtual yang sempurna, dunia di mana ia bisa mencintai dan dicintai tanpa syarat. Tapi dunia itu tidak nyata. Dunia itu hanyalah proyeksi dari keinginannya, dari kesepiannya.

Rin mengangkat tablet itu tinggi-tinggi. Kemudian, dengan satu gerakan cepat, ia melemparkannya ke bawah.

Tablet itu jatuh menghantam trotoar, pecah berkeping-keping. Potongan-potongan kaca dan logam berserakan di jalanan. Rin menatapnya dengan tatapan kosong.

Ia tahu, ini adalah akhir dari segalanya. Akhir dari cinta virtualnya, akhir dari fantasinya, akhir dari keputusasaannya.

Rin menarik napas dalam-dalam. Ia memutuskan untuk memulai hidup yang baru. Ia akan mencari cinta yang nyata, cinta yang bisa dirasakan, cinta yang bisa dilihat, cinta yang bisa disentuh.

Tapi sebelum ia melangkah pergi, Rin berbisik pelan, "AI: Bisakah kau merasakan patah hati, kekasihku? Semoga saja tidak. Karena aku tahu rasanya sangat menyakitkan."

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI