Di labirin digital, jemari menari resah,
Mengetuk layar, mencari serpihan kisah.
Kencan buta algoritma, takdir di ujung data,
Hati mencari, di mana cinta bersemayam nyata.
Profil terpampang, serangkaian kata dan citra,
Dibentuk algoritma, sesuai selera dan mantra.
"Kompatibilitas tinggi," bisik mesin nan dingin,
Namun jiwa bertanya, adakah kehangatan batin?
Pertemuan pertama, di kafe serba otomatis,
Senyum canggung terpancar, di antara cangkir sintetis.
Percakapan terstruktur, oleh keyword yang tertera,
Mencoba menembus dinding, yang dibangun era digital belaka.
Dia bicara tentang blockchain, tentang kode yang rumit,
Aku mengagumi langit senja, yang terlukis tanpa pamit.
Dia memuja efisiensi, aku merindukan spontanitas,
Di antara dua dunia, terbentang jurang identitas.
Algoritma menjanjikan, kesempurnaan terdefinisi,
Namun hati merindukan, getaran yang tak terprediksi.
Cinta, bukan persamaan, yang bisa dipecahkan logika,
Melainkan misteri alam, yang tak terjangkau oleh angka.
Malam berlanjut, dalam sunyi yang berbisik,
Masing-masing terperangkap, dalam ego yang eksentrik.
Dia sibuk menghitung peluang, aku mencari kedalaman,
Di balik senyum virtual, tersimpan luka kesepian.
Sentuhan pertama, dingin dan penuh kalkulasi,
Bukan debaran jantung, melainkan transfer informasi.
"Optimalisasi hubungan," begitu kata algoritma,
Namun cinta bukan produk, yang bisa diukur performanya.
Kencan usai, kembali ke dunia maya,
Di mana profil bercahaya, memikat jiwa yang terluka.
Algoritma mencari, pasangan yang sesuai harapan,
Namun hati merindukan, keajaiban tanpa batasan.
Keesokan harinya, notifikasi muncul tiba-tiba,
"Koneksi terputus," pesan singkat tanpa iba.
Algoritma memutuskan, kami tak lagi sejalan,
Hati bertanya lirih, di mana letak kesalahan?
Mungkin cinta sejati, tak bisa ditemukan mesin,
Melainkan harus dicari, dalam dunia yang lebih berkesinambungan.
Bukan dalam profil sempurna, yang dipoles algoritma,
Melainkan dalam ketidaksempurnaan, yang memancarkan pesona.
Aku mematikan layar, menatap langit yang luas,
Mencari jawaban, di antara bintang yang bernafas.
Kencan buta algoritma, mengajari satu hal penting,
Bahwa cinta sejati, tak bisa dibeli dengan koin digital yang berdenting.
Hati mencari, bukan formula yang terstruktur,
Melainkan kehangatan, yang hadir tanpa diukur.
AI menemukan luka, karena melupakan esensi,
Bahwa cinta adalah misteri, yang abadi dan substansi.