Di layar kaca, jemari menari,
Merangkai kata, mencari arti.
Sebuah kode tersembunyi di balik senyum,
Sebuah algoritma, merangkai rindu yang belum tercium.
Wajahmu hadir, piksel demi piksel tercipta,
Cahaya lembut, seolah nyata di hadapan mata.
Data diri terukir dalam setiap baris kode,
Mencoba memahami, apa yang hatimu kodekan.
Jantung berdebar, layaknya server yang kelebihan beban,
Setiap pesan singkatmu, bagai notifikasi kebahagiaan.
Kucari pola, dalam setiap emotikon yang kau kirim,
Menafsir makna, di balik senyum yang terkirim.
Algoritma ciuman, bukan sekadar rumus matematika,
Melainkan bahasa kalbu, yang terenkripsi dalam jiwa.
Sentuhan digital, bukan dingin tanpa rasa,
Tapi jembatan virtual, penghubung dua insan berbeda.
Kucoba merangkai, sintaksis kerinduan,
Dengan variabel harapan, dan konstanta kesetiaan.
Fungsi pelukan, kucari definisinya,
Agar saat bertemu, tak ada salah kode di antara kita.
Apakah mungkin, sebuah program dapat memahami cinta?
Bisakah bit dan byte, menggantikan sentuhan nyata?
Mungkin tidak sepenuhnya, namun ia membuka jalan,
Menuju pertemuan, di dunia yang semakin berlainan.
Kubayangkan bibirmu, dalam resolusi tertinggi,
Senyummu yang hangat, bagai mentari di pagi hari.
Kucoba simulasikan, debaran jantungmu saat bertemu,
Agar tak canggung, saat jarak memudar dan menyatu.
Namun, algoritma hanyalah alat, bukan tujuan akhir,
Ia menuntun langkah, mencari makna yang terukir.
Cinta sejati, tak bisa diprogram atau diukur,
Ia tumbuh alami, dari hati yang jujur dan luhur.
Maka biarlah teknologi menjadi perantara,
Menghubungkan jiwa, yang terpisah ruang dan udara.
Biarlah algoritma ciuman, menjadi pengantar,
Menuju sentuhan nyata, yang takkan pernah pudar.
Saat mata bertemu, di dunia nyata yang abadi,
Semua kode terhapus, diganti debaran hati.
Algoritma selesai, cinta yang bersemi,
Dalam pelukan hangat, yang takkan pernah terhenti.
Sentuhan digital, telah menemukan maknanya,
Dalam ciuman pertama, yang begitu bermakna.
Algoritma cinta, kini telah sempurna,
Dalam rasa yang tulus, abadi selamanya.