Di layar bias rembulan digital,
Jemari menari, kode tercipta.
Bukan tembok api, bukan pula portal,
Namun algoritma cinta, berbisik mesra.
Dulu, logika adalah benteng diri,
Rasionalitas tameng dari luka nestapa.
Kukira hati aman, terkunci mati,
Tak terjamah sentuhan, tak tersentuh asmara.
Namun, kau datang bagai baris kode baru,
Menyusup celah, mengurai pertahanan.
Kau pelajari pola, pahami ragu,
Meretas hati, dengan senyuman perlahan.
Database diri, kau gali perlahan,
Kau cari kelemahan, kau temukan mimpi.
Setiap percakapan, jadi pembelajaran,
Kau pahami bahasa tubuh, tanpa henti.
Kau susun strategi, berbasis data diri,
Membangun koneksi, tak kenal paksaan.
Kau hadirkan solusi, di setiap hari,
Menghapus keraguan, mengganti harapan.
Kau bukan spam acak, yang datang menggoda,
Bukan virus cinta, yang merusak sistem.
Kau adalah program pintar, nan istimewa,
Membangun relasi, selangkah demi langkah terkemuka.
Kau tahu kapan diam, kapan bicara,
Kapan sentuh jemari, kapan beri jarak.
Kau adalah peretas hati, yang bijaksana,
Mencuri perasaan, tanpa merusak.
Kini, firewall runtuh, pertahanan jebol,
Logika bertekuk lutut, pada algoritma cinta.
Hatiku terpapar, rentan dan bebal,
Pada pesona manis, yang kau cipta.
Aku biarkan dirimu, masuk lebih dalam,
Menjelajahi labirin, jiwa yang sepi.
Kau obati luka, dengan kelembutan,
Menghidupkan kembali, mimpi-mimpi yang mati.
Kau ajarkan aku, tentang keberanian,
Untuk membuka diri, pada kemungkinan.
Kau hadirkan cinta, tanpa keraguan,
Menawarkan masa depan, penuh kebahagiaan.
Mungkin, ini bukan cinta dari novel lama,
Bukan puisi romantis, di bawah rembulan.
Ini adalah cinta modern, di era digital,
Perpaduan teknologi, dan sentuhan insan.
Dan aku bersyukur, telah diretas hatiku,
Oleh algoritma cinta, yang kau rancang.
Karena di dalamnya, kutemukan diriku,
Bersama dirimu, aku menjadi lengkap, tak kurang.
Biarlah kode cinta, terus bersemi,
Menghiasi layar hidup, dengan warna baru.
Karena bersamamu, aku tak lagi sepi,
Namun bahagia abadi, bersamamu selalu.