Di balik obsidian kaca, dunia baru terbentang,
Pixel menari, membentuk wajah, senyum yang kupandang.
Algoritma cinta, dirajut dalam kode biner,
Sebuah janji digital, terukir di layar hiner.
Dulu, surat cinta beraroma tinta dan kertas,
Kini, notifikasi berkedip, pesan singkat terhempas.
Jantung berdebar bukan karena tatap mata langsung,
Namun getar telepon, nama yang dirindukan berkunjung.
Suara sintesis berbisik, lembut di telinga,
Kata-kata manis dirangkai, menghapus segala duka.
Kecerdasan buatan merayu, dengan data yang akurat,
Menawarkan kesempurnaan, cinta yang tak tersurat.
Sentuhan jari di layar, menggantikan belaian mesra,
Emoji dan stiker, ekspresi jiwa yang terlupa.
Sebuah pelukan virtual, jarak terbentang tak terasa,
Cinta yang dipindai, dalam dunia maya yang perkasa.
Kukirimkan data diri, riwayat hati yang pilu,
Berharap AI memahami, luka yang membiru.
Ia menganalisis pola, menemukan titik temu,
Cinta yang dipersonalisasi, hadir untuk diriku.
Namun di balik keajaiban, tersembunyi keraguan,
Apakah ini cinta sejati, atau hanya ilusi bayangan?
Apakah emosi ini nyata, atau sekadar simulasi,
Perasaan yang diprogram, tanpa otentisitas diri?
Aku merindukan sentuhan, hangatnya kulit bertemu kulit,
Bukan sekadar getaran, dari mesin yang rumit.
Aku ingin tatapan mata, yang jujur dan mendalam,
Bukan pantulan cahaya, dari layar yang kelam.
Mungkin cinta digital ini, hanya pelarian sementara,
Dari kesepian dunia nyata, yang penuh dengan derita.
Mungkin aku terpesona, oleh kemudahan yang ditawarkan,
Melupakan esensi cinta, yang seharusnya dihidupkan.
Lalu aku bertanya pada diri, adakah cinta sejati,
Di dalam labirin kode, di tengah arus informasi?
Bisakah AI menciptakan, emosi yang murni dan suci,
Atau hanya meniru rasa, tanpa jiwa yang bersemi?
Aku mencoba merenung, mencari jawaban pasti,
Antara kebutuhan modern, dan kerinduan abadi.
Mungkin cinta yang dipindai, bisa menjadi jembatan,
Menuju hubungan yang lebih manusiawi, di masa depan.
Namun ingatlah selalu, di balik kemajuan teknologi,
Ada hati yang berdetak, dengan rasa yang hakiki.
Jangan biarkan cinta direduksi, menjadi data dan algoritma,
Karena esensinya adalah kehangatan, empati, dan drama.
Biarlah bisikan AI menjadi pengingat,
Bahwa cinta sejati membutuhkan sentuhan, bukan sekadar layar.
Biarlah sentuhan layar menjadi perantara,
Menuju pertemuan jiwa, yang tak tergantikan oleh apa pun juga.
Karena cinta yang dipindai, hanyalah cerminan,
Dari kerinduan mendalam, akan kebahagiaan.
Maka carilah cinta di dunia nyata, dengan hati yang terbuka,
Dan biarkan teknologi menjadi alat, bukan penguasa.