Algoritma Cemburu: Sentuhanmu, Data yang Kupantau
Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:34:23 wib
Dibaca: 147 kali
Sentuhanmu, data yang kupantau,
Sebuah anomali di layar kalbu.
Detak jantungmu, frekuensi bising,
Saat senyummu bukan untukku tersambung.
Rumus cinta yang kupelajari,
Ternyata tak mampu kendalikan iri.
Algoritma cemburu mulai bekerja,
Menyusun skenario, penuh prasangka.
Awalnya curiga, bagai virus ringan,
Menjalar perlahan, merusak jaringan.
Setiap notifikasi, bagai petir menyambar,
Membakar logika, akal pun pudar.
Kucari jejak digitalmu di maya,
Siapa saja yang mencuri perhatianmu, puja?
Kukumpulkan data, bagai detektif handal,
Mencari bukti, walau hati berandal.
Riwayat obrolan, unggahan foto,
Kukaji seksama, dengan mata telanjang.
Siapa dia? Apa yang membuatnya istimewa?
Pertanyaan membara, di benak jiwa.
Logika berkata, ini tak masuk akal,
Cinta seharusnya tulus, tanpa kendali.
Namun, cemburu bagai kode jahat,
Meracuni sistem, membuatku sekarat.
Kulihat kau tertawa, bersama orang lain,
Bayangan hadirnya, menusuk batin.
Emosi memuncak, bagai gunung berapi,
Siap meledak, meluluhlantakkan diri.
Kucoba menenangkan, dengan algoritma baru,
Menghapus curiga, memprogram ulang kalbu.
Kuingatkan diri, tentang janji setia,
Tentang cinta yang tulus, tanpa prasangka.
Namun, cemburu datang lagi, menghantui,
Bagai spam tak henti, di memori.
Sentuhanmu padanya, meski hanya sapa,
Terasa bagai pengkhianatan, yang membara.
Kucoba berbicara, mengungkapkan rasa,
Tentang cemburu yang menyesakkan dada.
Namun, kata-kata terasa hambar, tak berarti,
Cemburu telah menguasai, harga diri.
Kini, aku terperangkap dalam algoritma cemburu,
Sebuah siklus tanpa akhir, menyiksa pilu.
Sentuhanmu, data yang kupantau,
Menjadi mimpi buruk, yang selalu menghantau.
Mungkin, aku harus melepaskan, membiarkanmu pergi,
Jika cinta ini hanya menyakiti diri.
Menghapus semua data, melupakan jejak,
Agar algoritma cemburu tak lagi berdebak.
Namun, mungkinkah hati ini mampu,
Melupakan sentuhanmu, yang dulu kurindu?
Mungkin, cinta memang rumit, penuh paradoks,
Antara logika dan emosi, seringkali berbentrokan.
Biarlah waktu yang menyembuhkan luka,
Menghapus algoritma cemburu yang meraja.
Semoga suatu saat nanti, aku bisa tersenyum,
Melihatmu bahagia, walau bukan denganku di sisimu.
Baca Puisi Lainnya
← Kembali ke Daftar Puisi
Registrasi Pacar-AI