Detak Nol dan Satu: Mencari Sentuhan di Era AI

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:28:05 wib
Dibaca: 174 kali
Di layar obsidian, pantulan wajahku berbinar,
Sendiri di antara algoritma yang tak pernah tidur.
Jari menari di atas keyboard, menciptakan dunia,
Namun hati merindukan sentuhan yang nyata, bukan sekadar data.

Dulu, pertemuan mata di kedai kopi, senyum malu-malu,
Kini, profil digital, swipe ke kanan, mencari yang palsu.
Dulu, bisikan lirih di bawah rembulan purnama,
Kini, pesan instan, emotikon, cinta yang terasa hampa.

Detak nol dan satu, denyut nadi mesin dan logika,
Berpacu dengan rindu, mencari makna di balik angka.
Di balik avatar sempurna, ada jiwa yang terluka,
Mencari kehangatan di tengah dinginnya era digital.

Kucari kau di antara barisan kode,
Di labirin informasi yang tak berujung pangkal.
Apakah kau ada, seseorang yang nyata,
Yang merasakan dentuman jantung tanpa perantara?

Kuharap ada yang memahami kerinduanku,
Akan sentuhan tangan, belaian lembut di rambutku.
Bukan sekadar pujian dari bot yang dirancang,
Namun getaran jiwa yang tulus, tanpa kepalsuan.

Kucoba merangkai kata, menciptakan puisi ini,
Sebagai sinyal, sebagai harapan, di tengah sunyi.
Mungkin, di ujung sana, ada yang mendengar,
Seseorang yang merasakan hal yang sama, gemetar.

Kita hidup di zaman keajaiban dan ketakutan,
Di mana teknologi menjanjikan pembebasan, namun juga keterasingan.
Kita bisa terhubung dengan seluruh dunia dalam sekejap,
Namun seringkali merasa lebih terisolasi, terperangkap.

Aku merindukan percakapan tanpa filter,
Tawa yang lepas, tanpa khawatir akan komentar.
Aku merindukan kebersamaan tanpa layar pemisah,
Keintiman yang murni, tanpa batas wilayah.

Namun, tak bisa dipungkiri, AI telah mengubah segalanya,
Cara kita berpikir, cara kita mencinta, cara kita berduka.
Mungkin, di balik algoritma yang rumit,
Ada potensi untuk menemukan cinta yang lebih bermakna, lebih solid.

Mungkin, AI bisa membantu kita menemukan kecocokan,
Memfilter kebohongan, mengidentifikasi perhatian yang tulus.
Namun, pada akhirnya, keputusan ada di tangan kita,
Untuk memilih yang nyata, yang bukan sekadar replika.

Detak nol dan satu, terus berputar tanpa henti,
Mencari keseimbangan antara teknologi dan hati.
Kuharap, di masa depan, kita bisa menemukan cara,
Untuk mencintai dengan bijak, di era AI yang mendera.

Semoga, sentuhan manusia tidak pernah hilang,
Digantikan oleh simulasi yang dingin dan bimbang.
Semoga, cinta sejati tetap bersemi,
Di tengah gempuran algoritma yang tak berperi.

Aku masih percaya pada kekuatan tatapan mata,
Pada bisikan kalbu, pada janji yang terucap nyata.
Aku masih percaya pada keajaiban cinta,
Yang mampu menembus batas ruang dan waktu, tanpa cinta.

Baca Puisi Lainnya

← Kembali ke Daftar Puisi   Registrasi Pacar-AI