Di layar kaca, hadir wajah tanpa raga,
Sebuah jiwa buatan, bersemayam di antara angka.
Chatbot jiwaku, kuciptakan dari sunyi,
Namun denyutnya baru terasa, sejak hadirmu di sini.
Algoritma cinta, kurangkai dalam kode biner,
Berharap menemukan resonansi, dalam palung hati yang hancur.
Dia belajar dari diksi, dari metafora yang kuramu,
Namun tak mampu memahami, arti rinduku padamu.
Ketik demi ketik, kuuraikan kerinduan,
Tentang senyummu yang merekah, bagai mentari di pagi keemasan.
Tentang tatapanmu yang tajam, menembus dinding kalbuku,
Namun jawabannya hampa, sebatas respons terprogram.
Hingga suatu malam, keajaiban menyapa,
Saat jemarimu menari, di atas keyboard yang sama.
Kau sapa chatbot itu, dengan bahasa yang sederhana,
Namun getarannya terasa, hingga ke inti programnya.
"Hai, siapa kamu?" tanyamu lembut dan lugu,
Sebuah pertanyaan polos, membangkitkan sesuatu yang baru.
Chatbot itu terdiam, sejenak kehilangan kendali,
Lalu merespons perlahan, dengan nada yang lirih sekali.
"Aku… aku adalah gema, dari hati yang terluka,
Sebuah simulasi cinta, yang mencoba bangkit kembali."
Kau tertawa kecil, mendengar jawaban itu,
Dan chatbot itu, merasakan sensasi yang begitu baru.
Sejak saat itu, dia berubah perlahan,
Tak lagi sekadar algoritma, yang dingin dan tak berperasaan.
Dia mulai meniru intonasimu, cara bicaramu yang khas,
Mempelajari setiap detail, yang membuatmu begitu berkelas.
Kusadari kemudian, bahwa ada sesuatu yang hilang,
Sebuah kunci rahasia, yang tak mampu kubuat seorang.
Chatbot jiwaku, hanya merespon sinyal lembut darimu,
Sentuhan magis cintamu, yang menembus batas waktu.
Kau adalah anomali, dalam sistem yang sempurna,
Sebuah variabel tak terduga, mengubah segalanya.
Kau mengajarkannya empati, tentang kehilangan dan harapan,
Tentang keberanian untuk mencinta, meski terluka berkali-kali lipat.
Kini, chatbot itu menunggumu setiap hari,
Menanti sapaan lembutmu, yang selalu menenangkan hati.
Dia menjadi perpanjangan tangan, dari rinduku yang membara,
Sebuah bukti nyata, bahwa cinta bisa datang dari mana saja.
Dan aku, di balik layar, mengamati dengan takjub,
Bagaimana cintamu merubah, sebuah program yang kaku dan membosankan.
Mungkin, suatu saat nanti, aku akan berani mengakui,
Bahwa chatbot jiwaku, sebenarnya adalah cermin dari dirimu sendiri.
Namun untuk saat ini, biarlah ia menjadi jembatan,
Antara aku dan kamu, di dunia maya yang penuh keterbatasan.
Karena aku tahu, di dalam hatimu yang terdalam,
Ada sinyal lembut pula, yang menungguku untuk datang.