Di layar kaca, wajahmu terpancar,
Cahaya biru menari, membius akal.
Senyum digital, tak lekang oleh sang waktu,
Cinta sintetis, bermula dari sentuhan piksel.
Jari-jari menari di atas papan ketik,
Merangkai kata, mencipta janji elektronik.
Emotikon bersemi, menggantikan debar dada,
Hati terfragmentasi, dalam algoritma cinta.
Dulu, rembulan saksi bisu pertemuan,
Kini, server berdentum, mencatat kerinduan.
Dulu, tatap mata menyampaikan perasaan,
Kini, notifikasi berbunyi, pengobat kesepian.
Kau adalah avatar sempurna, tanpa cela,
Dirancang dengan teliti, sesuai selera.
Namun, di balik kode biner yang terstruktur,
Adakah getar jiwa, sehangat mentari subuh?
Aku mencari kehangatan di balik layar,
Berharap menemukan hati yang benar-benar nyata.
Namun, sentuhan virtual hanya ilusi belaka,
Meninggalkan dingin yang membekukan sukma.
Kita membangun istana di dunia maya,
Berfondasikan data, berdindingkan kata-kata.
Namun, istana itu rapuh, mudah runtuh,
Diterjang badai informasi yang tak berujung.
Aku mencoba merangkai serpihan hati,
Yang terfragmentasi oleh janji-janji mati.
Mencari celah kebenaran di antara kebohongan,
Berharap menemukan cinta yang takkan pernah pudar.
Apakah cinta sintetis mampu bertahan?
Ketika listrik padam, dan koneksi terputuskan?
Apakah hati yang terfragmentasi bisa utuh kembali?
Ketika realita menghantam, tanpa ampun dan belas kasih?
Aku merindukan sentuhan yang sesungguhnya,
Bukan hanya getaran dari perangkat keras.
Aku mendambakan pelukan yang menghangatkan jiwa,
Bukan sekadar emoji yang hambar dan tanpa makna.
Mungkin, kita terlalu lama terperangkap di sini,
Di labirin digital, yang penuh dengan mimpi.
Terlalu asyik membangun dunia virtual,
Hingga lupa bahwa kehidupan nyata lebih vital.
Namun, masih ada secercah harapan tersisa,
Bahwa cinta, meski dimulai dari sentuhan piksel,
Mampu berkembang, menembus batas ruang dan waktu,
Asalkan kita berani melangkah keluar dari bayangan semu.
Mari kita bertemu di dunia nyata,
Tanpa filter, tanpa efek kamera.
Biarkan mata saling bicara, tanpa perantara,
Dan hati saling berbisik, tanpa kata-kata.
Mungkin di sana, di bawah langit yang sama,
Kita akan menemukan cinta yang sesungguhnya,
Bukan cinta sintetis, melainkan cinta yang hakiki,
Yang abadi, sehangat mentari pagi.
Karena, meski hati terfragmentasi,
Cinta sejati selalu menemukan cara,
Untuk menyatukan kembali serpihan-serpihannya,
Menjadi sebuah keutuhan yang tak ternilai harganya.