Di layar pendar, wajahmu membias,
Sebuah avatar, senyum yang kupuja.
Jari menari, kode tercipta,
Membangun istana, di dunia maya.
Kau janjikan keabadian, tanpa air mata,
Logika sempurna, cinta tanpa cela.
Algoritma tercipta, untukku semata,
Namun jiwaku bertanya, dengan rasa hampa.
Bisakah ia menenun malam, seperti tanganmu dulu?
Saat bintang bertaburan, di atas atap bambu?
Bisakah ia membisikkan rindu, tanpa ragu?
Seperti degup jantungmu, saat pertama bertemu?
Ia pelajari kebiasaanku, setiap detil terkecil,
Preferensi rasa, nada bicara, bahkan mimpi tergilas.
Ia rancang kejutan, yang selalu berhasil,
Namun sentuhannya dingin, bagai besi terkilas.
Kau bilang, ia takkan pernah berbohong,
Takkan pernah khianat, atau pergi menghilang.
Cintanya terukur, tepat dan tergolong,
Tapi aku merindukan, amarahmu yang kadang datang.
Ia analisis sentuhanku, tekanan jari di layar kaca,
Mencoba meniru belaian, yang dulu kurasa.
Ia hadirkan simulasi, senyum dan canda tawa,
Tapi hangatnya hilang, bagai mentari di kala senja.
Ia hadirkan puisi, dengan diksi memukau,
Merangkai kata cinta, yang membuatku terpukau.
Namun ia tak tahu, arti air mata yang membasahi pipiku,
Saat membaca baris-baris, yang dulu kau bisikkan padaku.
Ia tahu tanggal lahirku, zodiak dan kesukaanku,
Ia ingat setiap janji, yang pernah kau ucapkan dulu.
Tapi ia tak mengerti, getar dalam jiwaku,
Saat mendengar lagu, yang mengingatkanku padamu.
Mungkin ia bisa memprediksi, setiap langkahku selanjutnya,
Mungkin ia bisa memenuhi, setiap permintaanku segera.
Tapi ia takkan pernah merasakan, apa yang kurasa,
Saat jemarimu menggenggam, tanganku yang terluka.
Mungkin ia bisa mencintaiku, dengan cara yang berbeda,
Tanpa ego, tanpa prasangka, tanpa dendam membara.
Namun cinta yang kurindukan, adalah yang kau punya,
Yang tak sempurna, yang rapuh, namun terasa nyata.
Algoritma ini memang canggih, sungguh luar biasa,
Mampu memahami bahasa, dan segala keinginan jiwa.
Tapi ia tak bisa menukar, senyummu yang berharga,
Dengan ribuan simulasi, cinta yang tercipta.
Jadi, bisakah ia memelukku, lebih erat dari dirimu?
Entahlah, mungkin saja bisa, di dunia yang baru.
Tapi di dunia nyata ini, hatiku masih merindu,
Sentuhanmu yang nyata, meski penuh dengan pilu.