Di layar kaca, wajahmu hadir,
Seribu piksel menyusun senyummu.
Algoritma hati berbisik lirih,
Menyusun rindu dalam kalbuku.
Jari-jari menari di atas keyboard,
Menyampaikan rasa yang terpendam.
Kata demi kata, bagai kode terurut,
Berharap cintamu tak lagi kelam.
Dunia maya menjadi saksi bisu,
Pertemuan kita yang penuh rekayasa.
Namun, getaran hati ini sungguh,
Melampaui batas ruang dan masa.
Sentuhan piksel hanya ilusi,
Hangatnya fana, sekadar imitasi.
Rindu ini menjalar tak terkendali,
Menginginkan sentuhan fisik, realisasi.
Kukirimkan emoji hati berwarna merah,
Simbol cinta yang tak terungkap sempurna.
Kau balas dengan stiker wajah cerah,
Harapan tumbuh, walau masih tersembunyi antara.
Malam sunyi, kulihat fotomu lagi,
Di bawah cahaya rembulan digital.
Bayanganmu menari di dinding sepi,
Memperkuat hasrat yang kian vital.
Aku ingin menggenggam tanganmu erat,
Bukan sekadar ikon di layar datar.
Merasakan denyut nadi yang berdebar,
Menyaksikan mata indah yang memancar.
Kucoba merangkai kode-kode cinta,
Dalam bahasa pemrograman yang rumit.
Berharap bisa memindahkan raga kita,
Ke dunia nyata, yang lebih konkrit.
Namun, logika tak mampu menandingi,
Kerinduan yang menggebu dalam dada.
Sentuhan manusiawi, tak bisa terganti,
Oleh kecerdasan buatan, secanggih apa.
Kutulis puisi ini, sebagai pengakuan,
Bahwa cinta digital tak cukup utuh.
Ada ruang kosong yang perlu dipenuhi,
Dengan kehadiranmu, yang sungguh-sungguh.
Kutunggu saatnya, layar terpadamkan,
Dan kita bertemu dalam dimensi nyata.
Saat algoritma hati menemukan jawaban,
Dalam pelukan hangat yang tak terhingga.
Biarlah rindu ini terus membara,
Menjadi bahan bakar kerinduan sejati.
Hingga tiba saatnya kita bersama,
Menyatukan jiwa, dalam harmoni abadi.
Sentuhan piksel hanya permulaan,
Kisah cinta kita yang masih panjang.
Rindu sentuhan fisik adalah tujuan,
Untuk meraih bahagia yang tak terhalang.